Kaya ataupun miskin itu merupakan sunatullah. Allah memberi anugerah yang berbeda tingkatan kepada manusia dan juga buat makhluk lainnya. Sebagian dilebihkan, Sebagian dicukupkan, namun tak jarang kita jumpai sebagian sahabat kita diberi kekurangan. Bukti kekuasaan sang khalik kepada makhluk-Nya.
Ada orang yang diberi kelebihan berbadan kuat, ada pula yang lemah. Ada yang diberi kenikmatan kecerdasan yang sangat tinggi, sebaliknya ada yang berotak biasa saja. Perbedaan ini sangat wajar, dan itu adalah hak Allah untuk memberi kelebihan atau kekurangan kepada seorang hambaNya.
Atas dasar adanya perbedaan tersebut, Islam memerintahkan agar dalam kehidupan ini saling tolong menolong. Memberi kepada yang kekurangan. Si kaya dan si miskin jangan diposisikan saling berhadap-hadapan. Mereka harus berada seiring, menjalin hubungan kasih sayang dan saling menghormati. Islam tidak pernah mengajarkan untuk memusnahkan kemiskinan, tetapi sebagai mediator untuk mendekatkan jarak antara kedua golongan itu.
Islam mengajarkan agar dalam kehidupan bermasyarakat selalu ditegakkan keadilan dan Ihsan. Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran, pesan al Quran dalam surat An-Nahl: 90
Adil memiliki arti lurus. Kata yang semakna lainnya adalah: jujur, seimbang, sederhana dan moderat. Ibnu Khaldun mengartikan adil dengan “meletakkan sesuatu pada tempatnya”. Maksudnya, memenuhi hak-hak orang yang berhak dan bertugas sesuai fungsi dan perannya dalam masyarakat.
Ihsan memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari Islam. Seseorang yang memiliki predikat Ihsan, berarti dia telah melapaui batas-batas paling luar ajaran Islam secara umum. Siapa yang tidak ingin mendapat predikat terbaik di hadapan Allah SWT, tentu semua orang beriman sangat mendambakannya. Tetapi, perlu diingat bahwa berbuat yang terbaik menurut Allah SWT hanya bisa dilakukan oleh setiap muslim yang mampu melakukan amalan-amalan Ihsan.
Andai seseorang telah mencapai kedudukan ihsan, maka untuk melakukan keadilan bukan persoalan yang sulit. Karenanya, untuk menjadi seorang yang Ihsan, sesungguhnya orang tersebut telah meniti perjalanan yang tidak mudah. Berbagai aspek kehidupan telah ia rengkuh. Kenikmatan, kesulitan, sakit, sehat, bahagia, kesusahan dan sebagainya. Baginya, perilaku tersebut sebagai sarana untuk meningkatkan ketakwaan.
Orang yang telah mencapai kadar keimanan yang tinggi, hanyalah pasrah terhadap ujian yang diberikan Allah. Dambaan orang tersebut adalah meneladani Sifat-sifat Allah, termasuk didalamnya adalah berbuat adil. Orang itu akan terus mengikuti bimbingan Rasulullah agar mencapai Ihsan.
Apakah Adil dan Ihsan ini untuk menguji manusia sebagai khalifah di bumi ini?