Berburuk Sangka

Sebelum alat informasi marak seperti sekarang ini, pergaulan sehari-hari hanya terbatas pada tetangga atau teman sepekerjaan. Transportasi juga masih sulit didapat. Sehingga praktis komunikasi hanya dilakukan secara lisan dengan tatap muka. Perasaan curiga pun sangat susah untuk diungkapkan. Karena pada saat dialog, semua diutarakan secara menyeluruh, lengkap dengan gestur tubuh.

Sekarang, seseorang bisa berkomunikasi dengan orang lain, bahkan bisa mencapai ratusan orang seketika, tetapi tanpa tatap muka secara langsung. Pembicaraan nyaris hanya berlangsung satu arah. Hasilnya bisa bermacam-macam muatan tafsir sesuai dengan kemampuan meramu komunikasinya. Inilah yang sering menimbulkan salah memberi dan menerima informasi.

Dalam surat al Hujurat 49: 12, Allah secara tegas memerintahkan kepada orang yang beriman supaya menjauhi berburuk sangka. Karena bila prasangkanya tidak benar, maka itu merupakan sebuah dosa. Kedua, menjauhi sifat mencari-cari kesalahan orang lain. Ketiga menjauhi ghibah, yaitu membeberkan rahasia orang lain tanpa sepengetahuannya.

Kata tajussus dalam ayat tersebut sama artinya dengan tahassus, yaitu menyelidiki, meneliti, atau berusaha mencari tahu urusan-urusan. Bedanya, tahassus adalah menyelidiki hal-hal yang disyariatkan dan dibolehkan, sedangkan tajassus menyelidiki dan mencari tahu hal-hal yang tidak disyariatkan (tidak diperbolehkan syariat).

Orang yang memiliki sifat suka berburuk sangka kepada orang lain tanpa dasar, maka dia akan berusaha mencari-cari kesalahan dan keburukan saudaranya tersebut untuk mengecek dan membuktikan prasangkanya. Inilah yang disebut dengan tajassus. Sedangkan tajassus itu sendiri pintu awal menuju ghibah.

Berburuk sangka pada keluarga, maka akan menjadikan mereka seakan-akan di penjara. Ruang gerak menjadi sempit dan merasakan keterkungkungan di dalam rumah sendiri. Sedikit-sedikit ada kecurigaan dari salah satu anggota keluarga.  Berburuk sangka pada sahabat akan menghasilkan perasaan saling curiga. Ketika teman mendekat, dicurigai akan cari muka. Saat teman menjauh timbul perasaan prasangka yang berlebihan.

Berburuk sangka pada masyarakat, maka akan menjadikannya terkucilkan dari kehidupan sosial. Ada tetangganya dapat rejeki, dicurigai hasil pesugihan. Tetangganya memiliki kendaraan pribadi dicurigai hasil korupsi. Jika terus menerus dengan sikap seperti yang demikian, maka pasti ia akan terpinggirkan dengan sendirinya. Seakan-akan orang lain tidak pernah merasa benar.