Cerpen Arwan
Kembali arus deras sungai merampas setiap kata yang terucap dalam hati. batu yang ia duduki pun bergoyang-goyang seolah-olah lelah dan berteriak. sosok yang terduduk perlahan berdiri dan melompat ketepian sungai yang tak lagi mau menerima hening jiwanya. sambil membetulkan kancing bajunya yang tak lagi genap dia meninggalkan sungai tak bermuara.
Sosok bayangan menceburkan diri ketelaga berharap bening air telaga melunturkan setiap coreng ditubuhnya yang legam segar. lama bermanja dengan air telaga yang perlahan menghitam karena legam tubuhnya. Semilir semakin kencang membentuk pusara mengancam sosok bayangan legam segar. Sepertinya telaga tak mau menerima tubuh yang mencemarkan isinya, mengusir semua ikan indahnya.
Sosok bayangan kembali berjalan, dan sampailah dia disumur Jala tunda. merenung sebentar kemudian memandang sumur yang terlihat dalam namun terang. luas seluas padang rumput membentang didasarnya tanpa tepi hingga matapun tak kuasa membatas. Dia berpikir, ‘mungkin disinilah harus kutikami anak-anak otak biar memerah seluruh sabana’.
Dengan bertelanjang dada sosok bayangan menceburkan diri ke sumur yang saat menyambut tubuhnya mengepulkan asap dan beraroma anyir. rumput-rumput yang terlihat membentang berubah cairan merah menggumpal-gumpal menelan separuh tubuh sosok bayangan yang merintih lirih.
Sosok bayangan yang kekar bersila menghadap matahari terbenam dengan setarik sutroh dia bentangkan. Tersembur doa-doa meminta pada Sang Maha Pencipta. Berhari-hari tanpa sebulirpun mengisi perut yang semakin menglengkit, tanpa setetespun air membasahi rongga. Ada yang terpatri yang ingin dia kaji. detik jarum jam terhenti saat sosok bayangan kekar menghirup udara yang dia anggap paling bersih didalam sumur tempat dia menyerahkan tubuhnya. Air yang meronta-ronta bak didih yang melepuhkan menjilati tubuh legam sosok bayangan yang tak pernah terdengar mangaduh, ataupun terlihat menahan perih sakit. Yang dia rasakan adalah denyut nadinya sendiri, bahkan air itupun tak terasakan walau sebenarnya intinya merasuki tubuhnya lewat pori-pori yang membisu. Dia pun tak mendengarkan apa-apa selain detak jantungnya yang sangat teratur memompa darah keseluruh tubuhnya, bahkan kelepuk-kelepuk air yang menggema dalam sumurpun tak mampu ditangkap telinga kasatnya.
Namun dalam hatinya terlihat pintu terbuka menganga lebar, jendela-jendala hatinya pun terbuka mengundang bisik-bisik bernada teratur yang dulu jauh dari telinga batinnya. Fatamorgana yang dulu selalu menjebaknya, menunduk memohon apura. Sosok-sosok mengerikan berteriak histeris lintang pukang meninggalkannya, sosok-sosok mengerikan yang pernah menjahit jubahnya, sosok-sosok mengerikan yang pernah mengganti kacamatanya.
Sejenak keheningan menyeruak diantara kelepuk-kelepuk didih yang melonjak-lonjak. Gagah terlihat sang hening berdiri menyerukan harapan-harapan tentang masa yang belum tergambar, tentang hari yang belum terlewati langkah-langkah detik jarum jam, tentang pepohonan yang menghijau yang masih berupa bebijian. Dengan lantang pula dia menyerukan akan datangnya hari yang dihiasi mentari tersenyum lebar diwaktu siang dan purnama penuh diwaktu malam saat tajam-tajam sinarnya menghunjam sisi-sisi bumi yang lapang. Dan dengan lembut membuaikan dia bisikan yang belum terdengar dan dia gambarkan yang belum tergambar pada sosok bayangan yang telah berubah kulit legamnya menjadi bersinar menyilaukan. Tangan-tangan lembut keluar dari tiap sisi sumur Jalatunda mengangkat sosok bayangan yang masih bersila memejamkan mata. Angin yang pernah menyelimuti menghambur memeluk sosok bayangan bercahaya. Kicau burung riang menyanyikan lagu dunia, rumput-rumput ikhlas menerima tumpuan tubuhnya yang tak lagi legam. Hanya sang kelamlah yang sinis mencibir menghina tanpa kata.
Perlahan sosok bayangan membuka mata menggerakkan jemari yang lama tertelikung kesadaran. Dingin tanpa kata, tanpa senyum, tanpa sapa, hanya desah berat lega. Sejenak sosok bayangan menyapu sekeliling dengan mata bersinar, hingga malam yang hendak datang mengurungkan niatnya. Berdiri dengan tegap mengangkat tangan bersyukur pada Yang Kuasa.
Angin berhenti berhembus, burung berhenti berkicau, daun-daun berhenti bergoyang, awan memaku tanpa nahkoda, saat gelegar doa membahana memenuhi angkasa. Tersembur dari sosok bayangan masa lalu.
Hari ini telah lahir kembali sosok bayangan yang pernah terdampar saat mengarungi samudra. Dan sosok bayangan itupun kembali pada tuannya yang terbujur diruang putih tanpa sesiapa. Saat membuka mata kasatnya, diapun kembali kedunia dengan sejuta asa yang tersimpan dilumbung hatinya. Senyum bahagia menyapa matanya, usapan kasih menyentuh tubuhnya, dan beserta itu tertitipkan harapan yang pernah tertunda.
pernah dimuat di harian Malang Post 21 September 2002