Dalam kamus, naluri diartikan dorongan hati atau nafsu yang dibawa sejak lahir. Pembawaan alami yang tidak disadari mendorong untuk berbuat sesuatu atau insting. Dalam Ilmu psikologi, naluri diberi makna perbuatan atau reaksi yang sangat majemuk dan tidak dipelajari. Dipakai untuk mempertahankan hidup. Naluri ini ada pada setiap makhluk hidup.
Bagaimana dengan nalar yang diagungkan oleh manusia? Bernalar itu sama seperti berfikir logis. Ia menggunakan akalnya untuk menghubungkan antar fakta yang ada. Dalam keadaan tertentu manusia sering menggunakan akal dan naluri pada waktu yang bersamaan.
Ketika hendak bepergian pada waktu musim hujan, seseorang memutuskan untuk membawa atau tidak membawa payung. Kalau udara cerah, Ia tidak akan membawa payung. Namun secara naluriah, meskipun tidak mendung, seseorang dapat saja membawa payung untuk bersandar rasa aman.
Setiap makhluk diberi naluri sesuai dengan porsinya masing-masing. Cuma manusia yang diberi berbagai macam naluri dan akal untuk bernalar oleh sang Khaliq. Salah satu naluri yang sering dipakai, dan kadang lepas kontrol adalah marah. Marah kadang malah menjadi konsumsi sehari-hari. Tiada hari tanpa marah.
Orang yang tidak memiliki naluri atau nalurinya lemah, orang itu tidak memiliki gairah. Tidak punya greget. Menurut ulama, naluri yang demikian itu tercela. “Barang siapa yang dirangsang untuk marah tapi ia tidak marah, dia itu adalah keledai” Kata Imam Syafii.
Tipe lainnya adalah “yang melewati batas”. Tipe ini adalah yang keluar dari garis bimbingan akal sehat dan agama. Sehingga tertutup hati nurani, pandangan dan pikiran. Manusia jenis ini ada hubungannya langsung dengan kebiasaan bergaul dengan lingkungan yang memperturutkan naluri amarah.
Rasulullah SAW adalah orang yang ahli pembentuk karakter. Beliau sangat piawai dalam mengendalikan naluri amarah seseorang. Menjadikan seseorang yang semula beringas, menjadi pribadi yang anggun, berakhlakul karimah. Apabila akan mengukur Nurani seseorang, bercerminlah pada nurani Rasulullah SAW.
Inilah naluri yang terpuji. Karakter yang memang harus dibentuk oleh setiap manusia. Ariestotelas mengatakan “lapang hati itu tengah-tengah antara cepat marah dan dungu. Sifat pemarah harus dipaksa atau ditekan agar bisa dikendalikan. Sifat yang tidak bergairah harus dibangkitkan agar menjadi orang yang sigap dan tanggap terhadap keadaan.