Berita hoax yang sedang marak, menghiasi dalam perilaku komunikasi di kalangan umat Islam memang sungguh meresahkan. Pembuat berita begitu entengnya untuk membelokkan kebenaran informasi, tanpa melihat efek yang ditimbulkan. Penerima berita pun begitu mudah terhasut isi informasi dan ditelan mentah-mentah, tanpa adanya penyaringan berita atau informasi pembanding.
Ayat yang pertama kali diturunkan adalah Iqra’. Perintah membaca. Namun pemahaman umat Islam pada ayat tersebut, masih berkisar membaca dalam arti membaca Al-Qur’an secara tekstual. Padahal makna yang sebenarnya menurut ahli tafsir adalah membaca dalam arti yang sangat luas. Andai kaum muslimin dapat menangkap arti sesungguhnya Iqra’, tidak akan terjadi saling menyalahkan, saling memfitnah.
Kaum muslimin, adalah umat yang senantiasa untuk tidak mudah terprovokasi dan tidak gampang memvonis orang hanya bersandarkan kepada berita satu sumber. Semuanya informasi harus ditelan secara jernih dan teliti. Andaikan berita tentang aibnya seseorang, maka tetap saja tak selayaknya sesama muslim saling menceritakan dan menyebarkan keburukan saudaranya. Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam telah memberikan predikat “pendusta” kepada orang yang menceritakan setiap berita yang dia dengar, “kafa bil mar’i kadziban.”
Suatu ketika Madinah diguncang berita heboh. Saat ini boleh disebut viral. Sebuah berita besar yang sebenarnya merupakan fitnah yang mendera keluarga Nabi Shalallaahu alaihi wasalam . Berita miring itu pun akhirnya menjadi buah bibir. Demikian hebat makar para munafiqin untuk menghancurkan Islam. Namun Allah Maha Kuasa. Dibukalah berita bohong itu, sehingga kedok-kedok mereka terbongkar. Maka kaum muslimin pun tahu, bahwa apa yang selama ini tersebar di masyarakat Madinah tentang keluarga Nabi Shalallaahu alaihi wasalam tak lebih hanya sebagai isapan jempol, semuanya dusta.
Kisah di atas memberikan pelajaran bagi kita, tentang bagaimana mudahnya manusia mempercayai berita negatif yang menyangkut seseorang. Adalah merupakan watak masyarakat awam, bahwa mereka amat mudah terprovokasi oleh orang lain. Sehingga amat banyak manusia yang memanfaatkan titik kelemahan masyarakat ini sebagai sarana untuk mencapai ambisi dan tujuan pribadinya.
Menjadi seorang muslim yang sabar dalam menerima berita adalah solusinya. Caranya dengan giat melakukan literasi sepanjang masa. Memanfaatkan waktu secara terus menerus dengan literasi. Literasi dalam arti yang luas. Literasi dengan membaca dan menulis akan menambah wawasan, dan tak akan mudah menerima informasi tanpa dasar.