“Kamu sekalian sekali-kali tidak sampai pada kebajikan yang sempurna sebelum kamu sekalian mendermakan sebagian harta yang kamu cintai. (QS Ali Imran:92).”
Cobalah ingatan kita mundur sejenak. Pusatkan perhatianmu pada teman karibmu. Pernahkan waktu SD, SMP atau bahkan SMA, kamu berkelahi? Setelahnya, pernahkah waktu itu saling memaafkan? Ingatkah sebagian uang sakumu, kau belikan jajanan, dan temanmu kau berikan sebagian? Pernahkan kau berlaku curang sama temanmu dalam bermain?
Coba kau tebak. Dimana dia sekarang. Bahagiakah dia? Apakah yang kau ukur hanya sekedar hartanya? Atau pertanyaan yang menohok. Masih hidupkah dia? Andai dia masih hidup, terbersitkah meluangkan waktu untuk silaturahmi? Atau apabila dia sudah meninggal, sempatkah kau mensholatkan?
Demikian banyak peristiwa-peristiwa yang seharusnya kita saksikan. Sangat disayangkan pengalaman ini terlewatkan. Step demi step dalam kehidupan ini telah kita lalui, penuh makna atau hampa tak berbekas.
Ayat di atas menyadarkan kepada kita akan arti “teman”. Ia bukan saja sebuah sosok badaniah. Dia lah yang telah mendukung kita menjadi seperti ini. Dia pula yang menjelma menjadi cermin. Sampai seberapa perjalanan kita sebagai hamba Allah.
Sebuah hadits Nabi mudah-mudahan memantik dan menyedarkan kepada kita. “Sedekah kepada orang miskin hanya akan mendapatkan pahala sedekah saja. Sedangkan sedekah kepada kepada kerabat mengandung dua keutamaan. Yaitu sedekah dan menyambung tali kekerabatan” (HR At-Turmudzi, Abu Dawud, An-Nasa’I dan Ibnu majah)
Bersedekah itu dapat diberikan kepada siapa saja dan dapat dikelola menjadi potensi ekonomi masyarakat. Pemberi memberikan saran agar sedekah dioptimalkan, agar berdaya guna. Tapi, Rasulullah SAW menyarankan agar menyedekahkan kepada kerabatanya. Itu harus menjadi skala prioritas, sebelum bersedekah ke orang lain. Sebab, roh dari sedekah adalah untuk mempererat jalinan antar manusia yang dimulai dari hubungan kekerabatan, antar tetangga, kemudian pembinaan masyarakat secara lebih luas.
Kita yakin, bahwa sahabat kita yang dulu pernah berbuat curang sudah dimaafkan. Kita juga yakin bahwa saudara kita telah membuat sengsara, juga sudah dimaklumi. Yang masih memiliki kelebihan harta, ilmu, tenaga, curahkan untuk kerabat kita yang membutuhkan. “Sebaik-baik sedekah adalah kamu memberikan kepada kerabat yang membencimu” (HR Al-Hakim)