Memperdaya Kemalasan

Apabila seorang hamba bangun malam, kemudian berdzikir kepada Allah, terlepaslah satu ikatan. Apabila dia berwudhu, terlepaslah satu ikatan lagi. Jika dia shalat, maka akan terlepas seluruh ikatan. Maka pagi harinya jiwanya akan semangat dan bagus. Jika tidak bangun (malam), jadilah jiwanya jelek dan malas.” (HR. Bukhari).

Rasa malas dapat mendatangi siapa saja. Malas adalah sifat yang harus diperangi. Sikap ini bertentangan dengan itikad keimanan. Hari ini harus lebih baik dari kemarin. Untuk mendapatkan yang lebih baik, perlu usaha yang sungguh-sungguh. Bukan hanya niat belaka. 

Era gadget, disatu sisi sangat bermanfaat, bila pemakai menggunakan dengan cara bijaksana. Disisi lain, akan menciptakan dampak negative terhadap kehidupan manusia dan lingkungannya. Dalam memperoleh sesuatu, manusia digiring dalam situasi yang sangat mudah, bisa juga instan. Ditopang dengan teknologi modern, pekerjaan bukan hanya semakin mudah, namun juga cepat dan akurat. Aktifitas fisiknya semakin berkurang.

Tanpa diduga, tanpa disadari, secara perlahan manusia terbuai dengan sifat kemalasan. Semua pekerjaan telah ditangani oleh teknologi. Sehingga hanya otak dan tangan saja yang nyaris bekerja. Kaki dan badan menjadi semakin tidak bergerak. Padahal raga mestinya bergerak, agar otot tetap bekerja. Syaraf-saraf yang ada di tubuh menjadi bergerak. Inilah ironinya bila kemajuan teknologi tanpa mempertimbangkan kebijakan.

Dalam kesempatan lain Rasulullah bersabda “Jauhilah malas dan tidak semangat, sebab kedua sifat tersebut akan menghalangimu untuk memperoleh manfaat dari dunia dan akhirat.” Pesan ini sangat tepat untuk segala waktu dan kesempatan. Pesan ini juga ditujukan untuk semua manusia. Bukan hanya orang Islam.

Sifat malas bukan hanya berhubungan langsung dengan agama, tetapi dapat menimbulkan menyepelekan waktu. Waktu yang demikian berharga disia-siakan. Otak yang seharusnya digunakan, karena malas maka rasa keingintahuan dan kekuatan menjadi lenyap.

Untuk mengusir kemalasan, sebaiknya kita bercermin pada perilaku Rasulullah saw. Menyeimbangkan antara kegiatan fisik dengan dzikir. Keseimbangan antara jasmani dan rokhani.