Rutinitas yang selalu ditunggu, Ramadhan, Idul Fitri dan Perayaan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia. Tahun ini, insha Allah negara kami yang tercinta berumur tujuh puluh sembilan tahun. Umur yang tak muda lagi. Bila disetarakan dengan umur manusia, ibarat seorang kakek yang sedang momong cucunya.
Sekitar tiga puluh tahun lagi akan mencapai puncaknya satu abad. Semoga kita dapat menikmatinya. Satu hal yang pasti, setiap memperingati HUT RI, adalah mengenang perjuangan para pahlawan. Mereka bukan saja heroik dalam adu akal, adu okol dengan bangsa londo. Seorang ustadz kondang KH Zainuddin MZ, mengibaratkan bahwa berdirinya republik ini dari darah dan nyawa.
Hingga kini, nyawa kami masih menggebu bila menatap Sang Saka Merah Putih. Kami masih tetap bergetar untuk membangun peradaban. Hanya saja nuansanya berbeda dengan beberapa puluh tahun yang lalu. Bila para pahlawan berjuang, kami juga berjuang merekatkan persaudaraan. Dalam suasana hingar bingar masyarakat yang disinyalir semakin rapuh rasa memiliki negara ini, kami berupaya untuk menyulam rasa kebangsaan melalui aktivitas.
Rasa kebangsaan yang hendak kami ukir lewat kegiatan masyarakat di kampung. Meskipun rutin, tapi warga sangat antusias dengan berbagai aktivitas yang dimandegani oleh pemuda. Ada beberapa macam yang tahun ini digulirkan, yaitu: lamba ibu-ibu, lomba anak-anak, voli bola plastik, dan tenis meja. Hampir semua warga ikut berpartisipasi. Entah jadi pemainnya atau sekedar tim hore.
Program pitulasan demikian kami menyebutkan telah dicanangkan. Waktu dan tempat telah ditentukan. semua warga menyambut dengan gembira. Panitia sengaja memilih waktu yang tidak mengganggu kinerja warga, yaitu malam hari. Kebetulan saat ini memasuki bulan Agustus, yang cuacanya merambah ke dingin. Namun, dingin tersebut dihangatkan dengan kegembiraan warga. Disinilah kerekatan antar warga tampak.