“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” (al Hujurat: 12)
Ayat ini yang mendasari munculnya istilah intiqad yang berarti mengkritik atau mengoreksi. Dalam arti yang luas, kritik kepada diri sendiri, atau mengoreksi atas perbuatan pribadi. Menyelidiki “aib” pribadi, termasuk perbuatan yang mulia.
Quraish Shihab dalam tafsirnya al Mishbah, memberikan ilustrasi agar seseorang apabila memanggil kepada orang lain, dengan kata-kata yang halus, menyanjung yang dibarengi dengan senyuman. Karena, memanggil dengan kata-kata yang buruk dilarang oleh al Qur’an, meskipun hanya sebatas sendau gurau.
Panggilan yang kasar, terduga mengandung makna berprasangka buruk. Oleh karenanya, nukilan ayat tersebut di atas ada sepotong kalimat “dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain”. Karena itu, hindari pergunjingan, karena sama dengan memakan daging saudaranya yang telah meninggal.
Dengan menghindari dugaan tak berdasar dan prasangka buruk, menjadikan anggota masyarakat hidup tenang dan tentram serta produktif. Karena tidak akan ragu terhadap pihak lain.
Oleh karenanya, KH. Mas Mansur, dalam menyusun buku “12 Tafsir Langkah Muhammadiyah”, menafsirkan ayat di atas dimasukkan dalam katagori intiqad kepada teman sejawat atau orang lain. Sebelum memberi nasehat kepada orang lain, maka seorang harus mampu menasehati kepada dirinya sendiri. Sebelum berburuk sangka kepada orang lain, lebih baik menata diri pribadi terlebih dahulu. Menimbang dengan matang apa yang hendak diinformasikan kepada orang lain.
Secara terperinci, beliau menulis bahwa intiqad adalah suatu syarat pokok di dalam usaha menuju perbaikan dan kesempurnaan. Dengan intiqadlah kita dapat mengetahui secara keseluruhan tentang diri kita sendiri.
Kecuali memperbaiki diri sendiri, maka perbaikan kepada orang lain tidak dengan mengedepankan aib. Bukan mencari kesalahan, bukan pula mencari kelemahan orang lain.